Klippings

Clippings of various news and articles that tickle my interest of reading or knowing about it.

Thursday, November 17, 2005



Rapor Merah Bung Karno
Julius Pour


Unbelievable, teriak Sukmawati Soekarnoputri. Lantai Dasar Wisma Kodel di Kuningan, Jakarta, Kamis (17/11) siang, langsung hening. Puluhan hadirin yang memadati ruangan untuk mendengarkan uraian Prof Dr Antonie CA Dake (77) segera terdiam.
Dalam keheningan suasana, Sukmawati melanjutkan kalimatnya, Saya anak Bung Karno, saya Ketua Umum PNI. Bagaimana mungkin ayah saya yang justru dijatuhkan dari kekuasaannya karena kudeta G30S malah disebut sebagai mastermind. Tidak mungkin. Pokoknya saya tidak percaya kepada isi buku ini....
Buku yang sedang diprotes Sukmawati adalah edisi bahasa Indonesia karya terbaru Dake, diterbitkan Penerbit Aksara Karunia Jakarta dengan judul Sukarno File, Berkas-berkas Sukarno 1965-1967, Kronologi Suatu Keruntuhan.
Lahir di Amsterdam, Belanda, Dake adalah sarjana hukum lulusan Universitas Amsterdam, kemudian meraih master dari Fletcher School of Law and Diplomacy di Massachusetts, Amerika Serikat. Nantinya, dia meraih doktor dengan predikat cum laude berkat disertasinya yang ditulis di Universitas Freie, Berlin, Jerman, yang kini dibukukan dalam judul In The Spirit of The Red Banteng: Indonesian Communism between Moscow and Peking.
Digertak Sukmawati, Dake menjawab, Maaf, saya mungkin mengecewakan Anda. Tetapi, sepanjang bukti-bukti berikut wawancara yang telah saya lakukan dari beragam sumber, dengan menyesal saya terpaksa mengatakan, Bung Karno bukan saja mengetahui akan terjadinya aksi pembersihan terhadap sejumlah jenderal Angkatan Darat. Bahkan dia juga yang sudah pernah mengeluh dan minta tolong kepada Untung untuk menertibkan para jenderal yang dianggapnya tidak loyal, tidak setia, dan antikomunis.
Tetapi, bagaimana dengan pengakuan Kolonel Latief? Lantas, bagaimana komentar Anda dengan buku-buku yang menyebutkan keterlibatan CIA, dinas rahasia AS? teriak Sukmawati, sekali lagi.
Memang, Soeharto teman lama Latief. Saya sendiri sudah bertemu Latief selepas dia dibebaskan dari penjara. Ternyata, pernyataan bahwa dia telah melaporkan kepada Soeharto akan terjadinya G30S tidak pernah konsisten dan tanpa bukti jelas. Semua orang bisa melihat, kalau Latief benar-benar mempunyai bukti keterlibatan Soeharto, maka pada masa awal kekuasaannya tentu saja dengan mudah Soeharto bisa melenyapkan Latief. Kenyataannya, Latief malah diajukan ke depan sidang peradilan, diberi kesempatan untuk membela diri, ngomong secara terbuka dan tidak dijatuhi hukuman mati.
Masih tetap dalam nada tenang, Dake melanjutkan jawabannya, Kemudian sekitar peran CIA, bagaimana keterlibatannya? Justru mulai Oktober 1965, personel di Kedutaan Besar AS di Jakarta sudah dijadwalkan akan disusutkan. Tak mungkin mereka punya rencana penyusutan kalau memang sedang punya tugas besar. Kemudian, mereka malah juga tidak tahu siapa Jenderal Soeharto. Bagaimana CIA bisa dituduh terlibat kalau mereka sendiri kaget dan kebingungan ketika tiba-tiba meletus peristiwa G30S....
Memperbincangkan Bung Karno memang selalu menarik. Pribadinya yang memesona masih terus tetap memukau. Namun, Antonie Dake dengan lugas menunjukkan sejumlah argumen mengejutkan. Bahwa ketika itu Bung Karno sedang sibuk menggalakkan kampanye Ganyang Malaysia. Untuk bisa membantu mempercepat kebijakannya tersebut, Bung Karno sesuai dengan saran China memerlukan dukungan milisi rakyat yang dipersenjatai, dengan istilah Angkatan Kelima (di samping Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan polisi).
Didukung PKI
Gagasan Bung Karno tersebut didukung PKI sebab, dengan adanya Angkatan Kelima, mereka bakal bisa memiliki kekuatan tersendiri.
Pada sisi lain, meski didukung Panglima Angkatan Udara Omar Dani, gagasan ini ternyata ditentang keras oleh Angkatan Darat. Akhir Juli 1965 Jenderal Achmad Yani mengumpulkan para perwira militer di Istora Senayan dan menegaskan tekadnya secara terbuka, Angkatan Darat menolak Angkatan Kelima.
Menanggapi perkembangan itu, PKI menggulirkan isu Dewan Jenderal, yang tidak loyal kepada Bung Karno, menyabot kampanye Ganyang Malaysia, dan bahkan sedang merencanakan aksi untuk bisa merebut kekuasaan Bung Karno. Isu tersebut semakin gencar, terutama sesudah Bung Karno mendadak jatuh sakit pada awal Agustus 1965.
Dengan kalimat plastis Antonie Dake melukiskan, Aksi penolakan Yani bagaikan tetesan terakhir yang menumpahkan air ke dalam cawan. Sejak saat itu Bung Karno lantas ingin menyingkirkan Yani dan sejumlah jenderal Angkatan Darat yang dia nilai tidak loyal sekaligus bersikap antikomunis....
Bung Karno memanggil Letkol Untung Syamsuri, Komandan Batalyon I Tjakrabirawa, ke kamarnya dan minta dia mempersiapkan tindakan terhadap sejumlah jenderal antikomunis. Jawaban Untung tegas, Jika Bapak membiarkan kami menindak jenderal-jenderal tidak loyal tersebut, saya akan siap melaksanakan perintah apa pun yang diberikan oleh Pemimpin Besar Revolusi....
Sejak peringatan 45 tahun PKI pada bulan Mei 1945, Bung Karno tampak semakin terpesona dengan kinerja revolusioner PKI. Sambil memeluk Ketua Umum PKI DN Aidit, Bung Karno menegaskan, Dudu sanak dudu kadang, yen mati melu kelangan. Bukan kerabat atau saudara, tetapi kalau meninggal (saya) ikut kehilangan.... Sebulan berikutnya, Bung Karno menyematkan Bintang Mahaputra di dada Aidit.
Kamis malam, 29 September 1965, di tengah acara Mubes Tehnik di Istora Senayan, Bung Karno menerima selembar surat dari Letkol Untung. Dan di atas panggung, sangat menyimpang dari konteks acara, Bung Karno mendadak mengutip kisah Bhagavad Gita, nasihat Kresna kepada Arjuna yang sedang berangkat maju ke perang Bharatayudha. Kresna menegaskan, tugas seorang ksatria adalah membasmi semua musuh meski andaikan mereka itu saudara sendiri.
Isyarat ini yang agaknya ditunggu-tunggu. Aidit segera meninggalkan Senayan dan Untung berangkat ke Lubang Buaya, menyiapkan pasukannya untuk membersihkan mereka yang tidak loyal kepada Bung Karno.
X Files
Membaca buku Antonie Dake bagaikan menonton serial televisi X Files, misteri di akhir cerita selalu membuka kemungkinan adanya misteri lain yang masih menyertai. Demikian komentar tokoh Angkatan 66, Sugeng Saryadi. Maka, dia tak lupa menyebutkan, buku Sukarno File bukan berarti bahwa file Bung Karno kini telah terbuka semua misterinya. Oleh karena itu, Saryadi menegaskan bahwa pihaknya juga bersedia menerbitkan buku-buku lain yang mungkin bisa membuka semua permasalahan masa lalu.
Memang baru sekarang ini kita bisa menerbitkan buku yang tidak semua isinya bisa kita setujui. Begitu juga baru sekarang kita secara terbuka bisa membicarakan serta mengundang hadirin dari beragam latar belakang dan bukan hanya dari sesuatu kelompok tertentu. Kami pernah menerbitkan buku tulisan Wiliam Oltman yang menegaskan keterlibatan CIA pada aksi perebutan kekuasaan 30 September. Maka, tidak usah kaget kalau hari ini kami menerbitkan buku karya Antonie Dake yang isinya bertolak belakang, kata Aristides Katoppo, dari Penerbit Aksara Karunia Jakarta, menjelaskan.
Kini terbuka peluang untuk semua pihak seandainya memang ingin mengajukan argumentasi lain. Sebab, bagaimanapun juga kebenaran tidak bisa hanya dimonopoli oleh salah satu pihak.

Source: http://kompas.com/kompas-cetak/0511/18/utama/2221821.htm