Klippings

Clippings of various news and articles that tickle my interest of reading or knowing about it.

Saturday, April 16, 2005

USATODAY.com - Internet2 is higher-tech version of regular Internet

What is Internet2?

Think of Internet2 as a higher-tech version of the regular Internet. Like "Internet1," Internet2 connects computers all across the country. But it uses newer, more experimental technology. That can make it less stable than Internet1 — but it's also about 100 times as fast under typical conditions.

The original Internet works fine. Why is Internet2 needed?

In 1969, the University of California at Los Angeles and Stanford University set up a simple computer network that could send data back and forth between the two campuses. For more than 20 years, academics tinkered with this network and its successors. They used the networks to test computer technology and send research data.

In the early 1990s, commercial interest in one of the successor networks, now called the Internet, soared. Web pages popped up, and suddenly it became impractical to tinker with the network for research projects. Scientists wanted their own network again, and in 1996, created Internet2.

What kind of work is done on Internet2?

Research, mostly. At the University of Missouri-Rolla, nuclear engineers use it to send high-quality video links to labs at other universities. At the University of Alabama at Birmingham (UAB), biomedical researchers use it to access giant genetic databases. At Wichita State University, mathematicians use it to tap into distant supercomputers. "It's been a great resource," says Wichita computing director Gary Ott. Companies such as Cisco Systems and IBM also use Internet2 to test networking technologies.

Will Internet2 ever be open to the public?

Probably not. But the technologies developed in Internet2 will gradually be transferred to the original Internet, making it faster and more stable. The goal is to "create the next-generation Internet," says network director Brian Buege of the University of Missouri-Rolla.

Tuesday, April 05, 2005

Mungkin Sekali Saya Sendiri Juga Maling
by: Taufiq Ismail

Kita hampir paripurna menjadi bangsa porak-poranda, terbungkuk dibebani hutang dan merayap melata sengsara di dunia. Penganggur 40 juta orang,anak-anak tak bisa bersekolah 11 juta murid, pecandu narkoba 6 juta anak muda,pengungsi perang saudara 1 juta orang, VCD koitus beredar 20 juta keping, kriminalitas merebat di setiap tikungan jalan dan beban hutang di bahu 1600 trilyun rupiahnya.

Pergelangan tangan dan kaki Indonesia diborgol di ruang tamu KantorPegadaian Jagat Raya, dan di punggung kita dicap sablon besar-besarTahanan IMF dan Penunggak Bank Dunia. Kita sudah jadi bangsa kuli danbabu, menjual tenaga dengan upah paling murah sejagat raya.
Ketika TKW-TKI itu pergi lihatlah mereka bersukacita antri penuh harapandan angan-angan di pelabuhan dan bandara, ketika pulang lihat merekaberdukacita karena majikan mungkir tidak membayar gaji, banyak yangdisiksa malah diperkosa dan pada jam pertama mendarat di negeri sendiri diperas pula.

Negeri kita tidak merdeka lagi, kita sudah jadi negeri jajahan kembali.Selamat datang dalam zaman kolonialisme baru, saudaraku. Dulu penjajahkita satu negara, kini penjajah multi-kolonialis banyak bangsa. Merekaberdasi sutra, ramah-tamah luarbiasa dan banyak senyumnya. Makin banyakkita meminjam uang, makin gembira karena leher kita makin mudah dipatahkannya.

Di negeri kita ini, prospek industri bagus sekali. Berbagai formatperindustrian, sangat menjanjikan, begitu laporan penelitian. Nomor satupaling wahid, sangat tinggi dalam evaluasi, dari depannya penuh janji, adalah industri korupsi.

Apalagi di negeri kita lama sudah tidak jelas batas halal dan haram,ibarat membentang benang hitam di hutan kelam jam satu malam.

Bergerak ke kiri ketabrak copet, bergerak ke kanan kesenggol jambret,jalan di depan dikuasai maling, jalan di belakang penuh tukang peras,yang di atas tukang tindas. Untuk bisa bertahan berakal waras saja diIndonesia, sudah untung.

Lihatlah para maling itu kini mencuri secara berjamaah. Mereka bersaf-safberdiri rapat, teratur berdisiplin dan betapa khusyu’. Begitu rapatnyamereka berdiri susah engkau menembusnya. Begitu sistematiknyaprosedurnya tak mungkin engkau menyabotnya. Begitu khusyu’nya, engkaukira mereka beribadah. Kemudian kita bertanya, mungkinkah ada malingyang istiqamah?

Lihatlah jumlah mereka, berpuluh tahun lamanya, membentang dari depansampai ke belakang, melimpah dari atas sampai ke bawah, tambah merambahpanjang deretan saf jamaah. Jamaah ini lintas agama, lintas suku danlintas jenis kelamin.

Bagaimana melawan maling yang mencuri secara berjamaah? Bagaimanamenangkap maling yang prosedur pencuriannya malah dilindungi dari atassampai ke bawah? Dan yang melindungi mereka, ternyata, bagian juga dariyang pegang senjata dan yang memerintah.

Bagaimana ini?

Tangan kiri jamaah ini menandatangani disposisi MOU dan MUO (Mark Up Operation), tangan kanannya membuat yayasan beasiswa, asrama yatim piatu dan sekolahan.
Kaki kini jamaah ini mengais-ngais upeti ke sana ke mari, kaki kanannyabersedekah, pergi umrah dan naik haji.

Otak kirinya merancang prosentasi komisi dan pemotongan anggaran, otakkanannya berzakat harta, bertaubat nasuha dan memohon ampunan Tuhan.

Bagaimana caranya melawan maling begini yang mencuri secara berjamaah?Jamaahnya kukuh seperti diding keraton, tak mempan dihantam gempa danbanjir bandang, malahan mereka juru tafsir peraturan dan merancangundang-undang, penegak hukum sekaligus penggoyang hukum, berfungsi bergantian.

Bagaimana caranya memroses hukum maling-maling yang jumlahnya ratusanribu, barangkali sekitar satu juta orang ini, cukup jadi sebuah negaramini, meliputi mereka yang pegang kendali perintah, eksekutif,legislatif, yudikatif dan dunia bisnis, yang pegang pestol danmengendalikan meriam, yang berjas dan berdasi. Bagaimana caranya?

Mau diperiksa dan diusut secara hukum?Mau didudukkan di kursi tertuduh sidang pengadilan?Mau didatangkan saksi-saksi yang bebas dari ancaman?Hakim dan jaksa yang bersih dari penyuapan?PercumaSeratus tahun pengadilan, setiap hari 8 jam dijadwalkan Insya Allah tak akan terselesaikan.

Jadi, saudaraku, bagaimana caranya? Bagaimana caranya supaya mereka maudibujuk, dibujuk, dibujuk agar bersedia mengembalikan jarahan yangberpuluh tahun dan turun-temurun sudah mereka kumpulkan. Kita doakanAllah membuka hati mereka, terutama karena terbanyak dari mereka orangyang shalat juga, orang yang berpuasa juga, orang yang berhaji juga.Kita bujuk baik-baik dan kita doakan mereka.

Celakanya, jika di antara jamaah maling itu ada keluarga kita, adahubungan darah atau teman sekolah, maka kita cenderung tutup mata, taksampai hati menegurnya.

Celakanya, bila di antara jamaah maling itu ada orang partai kita, orangseagama atau sedaerah, kita cenderung menutup-nutupi fakta, laludimakruh-makruhkan dan diam-diam berharap semoga kita mendapatkancipratan harta tanpa ketahuan.

Maling-maling ini adalah kawanan anai-anai dan rayap sejati. Dan lihat kini jendela dan pintu rumah Indonesia dimakan rayap. Kayu kosen, tiang,kasau, jeriau rumah Indonesia dimakan anai-anai. Dinding dan langit-langit, lantai rumah Indonesia digerogoti rayap. Tempat tidur danlemari, meja kursi dan sofa, televisi rumah Indonesia dijarah anai-anai.Pagar pekarangan, bahkan fondasi dan atap rumah Indonesia sudah mulaihabis dikunyah-kunyah rayap. Rumah Indonesia menunggu waktu, masarubuhnya yang sempurna.

Aku berdiri di pekarangan, terpana menyaksikannya.Tiba-tiba datang serombongan anak muda dari kampung sekitar.“Ini dia rayapnya! Ini dia Anai-anainya!” teriak mereka.“Bukan. Saya bukan Rayap, bukan!” bantahku.

Mereka berteriak terus dan mendekatiku dengan sikap mengancam.Aku melarikan diri kencang-kencang.Mereka mengejarkan lebih kenjang lagi.Mereka menangkapku.“Ambil bensin!” teriak seseorang.“Bakar Rayap,” teriak mereka bersama.Bensin berserakan dituangkan ke kepala dan badanku.Seseorang memantik korek API.Aku dibakar.Bau kawanan rayap hangus.Membubung Ke udara.